Sumber :
http://openstorage.gunadarma.ac.id/~mwiryana/IPKIN/Seminar-Padang/sem_pad.html
http://juniorhendy.blogspot.com/2010/03/model-pengembangan-standar-profesi.html
http://uzi-online.blogspot.co.id/2013/05/model-pengembangan-standar-profesi.html
Pada artikel sebelumnya yang membahas mengenai Aspek Bisnis
di Bidang teknologi Informasi telah
dibahas 2 topik utama mengenaiProsedur
Pendirian Usaha dan Draft Kontrak
Kerja. Pada kali ini pembahasan Fauzi
Online di dalam tulisan Model
Pengembangan Standar Profesi akan
dibahas 3 topik utama antara lain: Tugas-Tugas Profesi Di Bidang
Teknologi Informasi, Perbandingan Jenis Profesi IT di Indonesia Dengan Negara
Lain, serta Perbedaan Standar Profesi
Antara USA vs Eropa.
Model
Pengembangan Standar Profesi
Tugas-Tugas
Profesi Di Bidang Teknologi Informasi
Klasikasi Job secara regional merupakan suatu pendekatan
kualitatif untuk menjabarkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu. Sebelum
diterimanya suatu model klasifikasi pekerjaan dilakukan analisis terhadap model
yang telah dipakai pada beberapa negara misal : Malaysia, Singapore, Hong Kong
dan Jepang. Kemudian dijabarkan suatu kriteria yang dapat diterima untuk
menjadi model regional. Proses identifikasi kemudian dilakukan untuk mengetahui
klasifikasi pekerjaan yang dapat diterima di region tersebut. Kemudian
dilakukan pendefinisian fungsi, output, pengetahuan dan keahlian yang
dibutuhkan untuk setiap tingkatan dari pekerjaan tersebut. Proses ini telah
dilaksanakan pada SRIG-PS Meeting di Hong Kong 3-5 Oktober 1995. Pada umumnya
terdapat dua pendekatan dalam melakukan klasifikasi pekerjaan ini yaitu :
·
Model
yang berbasiskan industri atau bisnis.
Pada model
ini pembagian pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokan kerja di berbagai
sektor di industri Teknologi Informasi. Model ini digunakan oleh Singapore dan
Malaysia
·
Model
yang berbasiskan siklus pengembangan sistem.
Pada model
ini pengelompokkan dilakukan berdasarkan tugas yang dilakukan pada saat
pengembangan suatu sistem. Model pendekatan ini digunakan oleh Japan.
Beberapa kriteria menjadi pertimbangan dalam mengembangkan
klasifikasi job ini yaitu :
- Cross Country, cross-enterprise applicability, Ini berarti bahwa job yang diidentifikasi tersebut harus relevan dengan kondisi region dan setiap negara pada region tersebut, serta memiliki kesamaan pemahaman atas fungsi setiap pekerjaan.
- Function oriented bukan tittle oriented, Titel yang diberikan dapat berbeda, tetapi yang penting fungsi yang diberikan sama. Titel dapat berbeda pada negara yang berbeda.
- Testable/certifiable, Fungsi yang didefinisikan dapat diukur/diuji
- Harus applicable. Fungsi yang didefinisikan harus dapat diterapkan pada mayoritas Profesional TI pada region ini.
Model SRIG-PS –
SEARCC
Gambar 1.Model regional yang direkomendasikan
Model SEARCC untuk pembagian job dalam lingkungan TI
merupakan model 2 dimensi yang mepertimbangkan jenis pekerjaan dan tingkat
keahlian ataupun tingkat pengetahuan yang dibutuhkan. Model sel tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Pembagian Job menurut Model SRIG-PS (SEARCC)
Jenis pekerjaan
meliputi :
·
Programmer
(Pemrogram)
·
System
Analyst (Analis Sistem)
·
Project
Manager (Manajer Proyek)
·
Instructor
(Instruktur)
·
Specialist
yang terdiri dari :
·
Data
Communication
·
Database
·
Security
·
Quality
Assurances
·
IS
Audit
·
System
Software Support
·
Distributed
System
·
System
Integration
Setiap jenis pekerjaan kecuali spesialis memiliki 3 tingkatan yaitu :
- Supervised (terbimbing). Tingkatan awal dengan 0-2 tahun pengalaman, membutuhkan pengawasan dan petunjuk dalam pelaksanaan tugasnya.
- Moderately supervised (madya). Tugas kecil dapat dikerjakan oleh mereka tetapi tetap membutuhkan bimbingan untuk tugas yang lebih besar, 3-5 tahun pengalaman
- Independent/Managing (mandiri). Memulai tugas, tidak membutuhkan bimbingan dalam pelaksanaan tugas.
Setiap sel klasifikasi job tersebut dijabarkan dalam dokumen
SRIG-PS yang telah diterbitkan pada tahun 1996. Penjabaran tersebut meliput :
·
Fungsi jenis pekerjaan tersebut
·
Output pekerjaan tersebut
·
Pengetahuan
dan keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut
Untuk menganalisis terhadap model yang telah ada dilakukan
pemetaan model-model tersebut terhadap model SRIG-PS. Setiap model memiliki
metode deskriptif yang berbeda, misal model SEARCC mendefinisikan job
klasifikasi beserta deskripsinya. Model Association for
Computing Machinery (ACM) terlalu
berorientasi ke hardware sehinggga kurang cocok untuk profesi Teknologi
Informasi. Model British Computer
Society (BCS) adalah suatu model
yang komprehensif, tetap berlangsung dan mudah dipahami. Tetapi bukanlah suatu
sistem sertifikasi, tetapi suatu model untuk acuan program pengembangan
profesi. Model Japan Information
Technology Engineer Examination (JITEE) adalah komprehensif, tetapi tidak ada yang tertulis dalam bahasa
Inggris. Berdasarkan kemungkinan yang tercocok pemetaan dilakukan terhadap
model BCS, dan Japan IT Engineer Model. Model
British Computer Society (BCS).
Untuk model BCS pekerjaan diklasifikasikan dalam
tingkatan sebagai berikut :
·
Level
0 . Unskilled Entry
·
Level
1 . Standard Entry
·
Level
2 . Initially Trainded Practitioner
·
Level
3 . Trained Practitioner
·
Level
4 . Fully Skilled Practitioner
·
Level
5 . Experienced Practitioner/Manager
·
Level
6 . Specialist Practitioner/Manager
·
Level
7 . Senior Specialist/Manager
·
Level
8 . Principal Specialist/Experienced Manager
·
Level
9 . Senior Manager/Director
Setiap sel dari
model BCS/ISM ditentukan berdasarkan :
·
Latar
belakang akademik
·
Pengalaman
dan tingkatan keahlian
·
Tugas
dan atribut
·
Pelatihan
yang dibutuhkan.
Pemetaan model
SEARCC dengan model BCS untuk pembagian kerja dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
Gambar .3. Pemetaan terhadap model BCS
Perbandingan Jenis Profesi IT di Indonesia Dengan Negara Lain
Pada dasarnya IT Job yang ada pada berbagai negara kurang
lebihnya sama seperti di Indonesia namun disesuikan dengan kebutuhan dari perusahaan
di negara tersebut. Berikut ini beberapa model atau jenis profesi IT di
beberapa Negara.
Indonesia Computer Society (Profesional Code of Conduct)
Pada model Indonesia profesi IT dibagi antara lain.
1. IT Programmer
2. System Analyst
3. IT Project Manager
4. IT Support Officer
5. Network Administrator
6. Network Engineer
7. Network and Computer Systems
Administrators
8. Network Systems and Data
Communications Analysts
9. Web Administrators
10. Web Developers
11. Computer Security Specialists
Singapore Computer
Society (Profesional Code of Conduct)
Pada model Singapore ini juga dilakukan pembagian berdasarkan tingkatan senioritas. Misalnya tingkatan pada System development -nya, yaitu:
Pada model Singapore ini juga dilakukan pembagian berdasarkan tingkatan senioritas. Misalnya tingkatan pada System development -nya, yaitu:
1. Programmer
2. Analyst/Programmer
3. Senior Analyst/Programmer
4. Principal Analyst/Programmer
5. System Analyst
6. Senior System Analyst
7. Principal System Analyst
8. Development Manage
Malaysian Computer Society (Code of Profesional Conduct)
Model Malaysia ini mirip dengan model Singapore membedakan
posisi pekerjaan pada berbagai sektor bisnis. Namun, keduanya memiliki
perbedaan dalam melakukan ranking senioritas, misalnya tingkatan untuk System
Development-nya adalah:
1. Programmer
2. System Analyst/Designer
3. System Development Executive
Model Singapore dan
Malaysia memiliki banyak kesamaan dan dapat diintegrasi, dengan pembagian
sebagai berikuti :
1. System Development
2. Computer Operations
3. Sales, Marketing and Services
4. Education and Trainings
5. Research and Developments
6. Spesialist Support
7. Consultancy
Amerika
Berikut adalah beberapa profesi IT yang terdapat di negara Amerika:
Berikut adalah beberapa profesi IT yang terdapat di negara Amerika:
1. SQL Server DBA
2. C#/SQL Engineer
3. AIX Administrator
4. BI Analyst - Cognos(mid level)
5. CDMA Optimization Engineer
6. Application Specialist
7. UX Engineer
8. SAP MM Lead Functional Analyst
9. SAP SD Analyst
10. Cisco Voice Engineer
11. SAP HR Analyst
12. SAP FI/CO Lead
13. .NET Developer
14. Sr. Quality Assurance Manager
Australia
Sedangkan di negara Australia terdapat beberapa IT job diantaranya:
Sedangkan di negara Australia terdapat beberapa IT job diantaranya:
1. Analyst/programmer
2. Architecture
3. Business Analyst/ System Analyst
4. Computer Operator
5. Consultant / Functional Consultant
6. Database Development dan
Administration
7. Hardware Engineering
8. Helpdesk dan Desktop Support
9. Management dan Supervisory
10. Network Engineering
11. Network dan System
12. Product management
13. Project management
14. Sales
15. Security
16. Software Development dan Engineering
17. Team Leaders
18. Technical Writers
19. Telecommunication
20. Testing dan QA
21. Training
22. Web design dan Usability
23. Web Development
Model Japan IT
Engineer (JIITE)
Di negara Jepang terdapat beberapa profesi IT, contohnya sebagai berikut:
Di negara Jepang terdapat beberapa profesi IT, contohnya sebagai berikut:
1. Digital Marketing Director
2. Web Search Evaluator
3. Sales Manager
4. Call Center Staff
5. Bilingual SAP Consultant
6. C / C++ Developer
7. Technical Support
8. IT Instructor
9. E-Commerce Manager
10. Energy Account Manager
11. IT Assistant Instructor
12. Asset Management
13. Business Analyst
Perbedaan
Standar Profesi Antara USA vs Eropa
Terdapat beberapa
perbedaan antara profesi USA dengen Eropa, antara lain dapat diklasifikasi dengan
penjelasan pada sub bab berikut ini.
1. Standar Profesi di Amerika & Eropa
1.1. Pustakawan dan
Konsep Negara Modern
Satu hal penting
mengapa profesi pustakawan dihargai di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya,
perkembangan profesi pustakawan di Amerika Serikat sejalan dengan sejarah
pembentukan Amerika Serikat sebagai negara modern dan juga perkembangan dunia
akademik. Pada masa kolonial, tradisi kepustakawanan di dunia akademik
merupakan bagian dari konsep negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi
negara untuk menyediakan dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi
purstakawan (bibliographist) dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai
berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar
kuat di universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun
meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar
pada jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke
jenjang S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa
sekolah perpustakaan memiliki jurusan khusus pustakawan hukum. Umumnya gelarnya
berupa MLS atau MLIS (Master of Library and Information Science). Pendidikan
jenjang S2 ini ditempuh selama dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini
sangat kondusif untuk menciptakan spesialisasi dalam profesi pustakawan itu
sendiri, yang tidak hanya mampu membuat dan menyusun katalog namun juga
memiliki pengetahuan khusus di bidang tertentu, misalnya pustakawan yang juga
memiliki pengetahuan di bidang hukum. Untuk
memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang memastikan
seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional pustakawan. Selain harus
memiliki sertifikat, para pustakawan profesional ini pun juga terus
mengembangkan pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di
area tertentu yang berkaitan dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk
menghadapi perkembangan dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap
kebutuhan pengguna dan proses pengolahan.
1.2. Relasi Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang Didukungnya
Sementara itu,
pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan manajemen dan pengelolaan
perpustakaan seperti scanning dokumen, jaringan internet, memasang sistem
katalog dalam jaringan komputer, dikerjakan ahli-ahli yang berfungsi sebagai
staf teknis perpustakaan. Umumnya mereka memiliki latar belakang pendidikan di
bidang Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan pustakawan. Hal
ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan seringkali
ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah katalog, mencari
dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta memfotokopi dokumen yang
dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi dan tugas yang tegas antara
pustakawan dan staf teknis. Perbedaan lainnya juga terletak pada relasi antara
pustakawan dengan profesi yang didukungnya. Sebagai contoh, pustakawan yang
bekerja di universitas memiliki kontribusi bagi dunia akademik dengan melakukan
riset-riset. Misalnya, riset mengenai efektivitas perkuliahan. Selain itu,
mereka juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada mahasiswa melalui kurikulum
dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah untuk berdiskusi megnenai
akses informasi. Pustakawan mempresentasikan dan berdiskusi megnenai bagaimana
menggunakan layanan perpustakaan dan menggunakan alat-alat yang disediakan
untuk mencari informasi yang dibutuhkan serta etika akademis dalam mengutip
tulisan orang lain. Selain itu, juga disediakan panduan online yang
diintegrasikan dengan situs mata kuliah tersebut. Contoh lainnya adalah hubungan profesi pustakawan
dengan profesi ahli bahasa. Pustakawan di Amerika Serikat bekerjasama dengan
The Modern Language Association menyusun panduan yang berkaitan dengan
informasi linguistik yang berisi materi-materi, metode-metode dan bahkan
hal-hal mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik. Profesi pustakawan
hukum pun seyogyanya dapat melakukan riset yang dapat berkontribusi bagi
profesi hukum. Banyak pustakawan hukum di Amerika Serikat yang juga memiliki
gelar hukum dan aktif melakukan penelitian dan kontribusi lainnya terhadap
profesi hukum. Sehingga, pustakawan tidak berfungsi sekedar sebagai supervisi
dan kolektor dokumen saja. Selain itu, hubungan antar pustakawan dengan profesi
yang didukungnya, misalnya dalam dunia akademik, menjadi setara.
2. Komunitas Pustakawan yang Kritis
2. Komunitas Pustakawan yang Kritis
Hal yang menarik
lainnya adalah komunitas pustakawan di Amerika Serikat yang sangat kritis
terhadap perkembangan yang bisa berdampak pada perpustakaan dan profesinya.
Komunitas pustakawan di Amerika Serikat terlibat aktif dalam gerakan akses
terbuka terhadap informasi. Perpustakaan berfungsi sebagai penghubung dan
penyedia informasi yang lebih murah bagi publik. Mereka bekerja dengan para
akademisi dan organisasi-organisasi penting. Salah satunya, adalah advokasi
kepada para akademisi untuk tidak mempublikasikan tulisannya melalui
penerbit-penerbit yang mahal. Sebaliknya, mereka mendorong pendirian
penerbit-penerbit di universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan
para dosennya sendiri. Hal ini merupakan
upaya untuk menyediakan tulisan akademik dengan harga yang lebih murah.
Selain itu, komunitas pustakawan juga terlibat dalam advokasi hak cipta. Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak penulis terutama dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di Amerika Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis untuk membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang diterbitkan kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya. Komunitas pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka terhadap UU Hak Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat tambahan untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang diperuntukan untuk kepentingan penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat membolehkan untuk membuat micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan yang sudah jarang ditemukan dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun demikian, komunitas pustakawan di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari micro film yang sudah dibuat untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat juga menentang privatisasi informasi yang diatur dalam WTO.
Selain itu, komunitas pustakawan juga terlibat dalam advokasi hak cipta. Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak penulis terutama dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di Amerika Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis untuk membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang diterbitkan kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya. Komunitas pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka terhadap UU Hak Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat tambahan untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang diperuntukan untuk kepentingan penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat membolehkan untuk membuat micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan yang sudah jarang ditemukan dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun demikian, komunitas pustakawan di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari micro film yang sudah dibuat untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat juga menentang privatisasi informasi yang diatur dalam WTO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar